Dugaan Mark Up Nilai Perolehan Pajak Tanah Bapenda Tangsel Bertendensi Memeras dan Pungli
Tangsel, Kilometer78.Com – Kasus dugaan mark up tersebut mencuat usai Bapenda menolak menerbitkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas penerbitan AJB milik warga Kecamatan Setu.
Bapenda Tangerang Selatan (Tangsel) menolak permohonan tersebut dengan alasan nilai jual-beli tanah yang dimohonkan oleh pemilik berada bawah harga pasar.
Permohonan warga Setu ditolak karena nilai jual di bawah harga pasar. Padahal dalam Hukum Pajak Daerah, UU dan Perda Tangsel maupun peraturan lainnya menegaskan satuan hitungnya adalah harga transaksi, bukan harga pasar,” kata Dr.Suhendar ,SH.,MH., kepada Awak media pada Selasa, (26/3/2024).
Bahkan lebih jauh lagi Suhendar mengatakan, pada saat mendatangi pegawai Bapenda Tangsel atas nama Indri bahwa, Ini menurutnya sudah kebijakan atasan dan memang tidak ada dasar hukumnya.
Artinya, Bapenda Tangsel mengubah satuan hitung BPHTB dari harga transaksi, menjadi harga pasar tanpa didasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengubahan satuan hitung tersebut bertujuan agar pajak yang dibayarkan oleh warga menjadi lebih mahal. Hal ini jelas memberatkan masyarakat.
“Patut diduga kebijakan tersebut memiliki maksud untuk menarik keuntungan tertentu dengan cara untuk memeras warga dengan dalil pajak daerah. Hal semacam ini adalah sangat bertentangan dengan hukum pajak daerah dengan tanpa dasar hukum adalah pungutan liar,” tegas Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor Tangerang Selatan.
(*)
Posting Komentar